JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan mengingatkan PT Pertamina (Persero) soal investasinya di blok gas Natuna D Alpa senilai US$ 66 juta yang terancam hangus.
Anggota BPK, Baharuddin Aritonang, mengatakan lembaganya bisa saja melakukan audit terhadap Pertamina terkait dengan investasi tersebut. "Sepanjang itu kekayaan negara, kalau dianggap perlu, tentu BPK akan masuk," katanya kepada Tempo.
Baharuddin mengatakan dari audit itu nantinya akan diketahui ada-tidaknya unsur penyimpangan dalam proyek tersebut. Fokus audit itu menyangkut kerja sama kontrak production sharing (KPS) antara pemerintah, ExxonMobil Indonesia, dan Pertamina. "Akan kami teliti secara mendalam kontrak itu," ujarnya.
Saat ditanyai apakah audit itu nantinya akan menjadi prioritas BPK, dia belum memastikan. "Sampai saat ini, saya belum tahu. Tapi tetap ada peluang selama merupakan bagian dari keuangan negara."
Seperti diberitakan koran ini, investasi Pertamina untuk Blok Natuna D Alpha senilai US$ 66 juta terancam hangus apabila sampai 9 Januari 2007 blok tersebut melakukan kegiatan produksi. Saat itu merupakan batas terakhir kontrak pengembangan Natuna berakhir.
Direktur Utama Pertamina Ari Sumarno mengakui investasi berupa cash call (dana tunai) itu tidak bisa kembali karena Blok Natuna belum berproduksi. "Karena belum berproduksi, tidak bisa cost recovery. Seluruh dana itu menjadi tanggung jawab kontraktor (Pertamina dan Exxon)," katanya.
Dari dokumen yang dimiliki Tempo, uang negara yang dicairkan lewat Pertamina di Natuna mencapai US$ 66 juta. Investasi itu dilakukan terkait dengan kepemilikan saham Pertamina di blok itu sebesar 24 persen. Adapun 76 persen sisanya dimiliki ExxonMobil.
Sejak diteken pada 1995, hingga saat ini blok gas yang diperkirakan memiliki kandungan gas yang mungkin bisa dikembangkan 46 triliun kaki kubik (TSCF) dari total gas yang ada, 222 TSCF. Kendala besar yang menghambat kegiatan tersebut adalah tingginya kandungan karbon dioksida yang mencapai 71 persen.
Soal tidak layaknya Blok Natuna dikembangkan, sejatinya sudah diketahui sejak 2005. Hal itu tertuang dalam Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas)kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro tertanggal 18 Januari 2005 dengan nomor surat 66/BP00000/2005-S0 mengenai PSC Blok Natuna D-Alpha.
Isi surat itu menyebutkan bahwa berdasarkan evaluasi BP Migas terhadap kegiatan-kegiatan ExxonMobil, pengembangan cadangan gas di Blok D-Alpha dinilai tidak layak, baik dalam segi teknis, komersial, maupun ekonomis, pada saat itu dan beberapa tahun mendatang. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan kendala-kendala yang ada, yaitu masalah teknologi, timing, volume gas, harga gas, dan pasar.
Selain itu, dalam surat tersebut BP Migas berpendapat bahwa berdasarkan PSC Pasal 2.2 (B) dapat didalilkan bahwa komitmen ExxonMobil saja tidak cukup untuk menghindari berakhirnya PSC.
0 komentar: